Senin, 22 November 2010

Bencana part2: Relawan, ya harus Rela !!

Sederet bencana yang baru saja terjadi di negeri ini, banjir Wasior, tsunami Mentawai dan meletusnya gunung merapi di Yogyakarta meninggalkan banyak luka bagi para korban dan juga semua warga Indonesia, membutuhkan proses penanganan yang sering disebut manajemen bencana. Dalam setiap manajemen bencana, tentu tidak akan terpisahkan dari peran relawan, yaitu orang yang secara spontan dan sukarela membantu para korban bencana. Memang, aktivitas sebagai seorang relawan sangatlah mulia, namun kita juga perlu memurnikan istilah relawan dari oknum-oknum yang sekedar memanfaatkan “titel” tersebut.

Begitu memprihatinkan, bencana yang seharusnya menjadi aktivitas sosial yang mengedepankan aspek kemanusiaan, malah dibumbui ajang kampanye politik dan misi-misi terselubung lainnya, seringkali ditemukan siimbol atau lambang partai berjejer di area bencana. Praktik korupsi juga mewarnai manajemen bencana di beberapa daerah. Besarnya dana bantuan dari pemerintah maupun sumbangan masyarakat tak jarang mengalir ke tempat yang tidak seharusnya.

Selain itu, bencana terkadang juga dijadikan ajang eksperimen, terutama bagi tenaga kesehatan yang belum mendapatkan sertifikasi kelayakannya memberikan pelayanan medis, dan memanfaatkan momen ini untuk mencari pengalaman atau skills yang mungkin tidak ditemukan dalam pendidikan formal. Namun berbeda dengan kasus korupsi dan kampanye politik, kondisi seperti ini sangatlah dilematis, di satu sisi para calon tenaga kesehatan belum pantas dan dikhawatirkan malah akan membahayakan kondisi korban, namun disisi lain setiap bencana selalu kekurangan tenaga medis, sehingga membutuhkan perekrutan tambahan dari calon tenaga medis, meskipun belum tersertifikasi.

Pada dasarnya, terdapat 4 komponen yang perlu diperhatikan sebagai relawan:
  • KEMAUAN, seseorang yang berniat menjadi relawan sudah seharusnya karena keinginan sendiri, tanpa ada paksaan dari pihak lain apalagi karena pertimbangan uang. Seorang relawan adalah orang yang tergerak hatinya karena ada kewajiban moral yang harus dipenuhi sebagai manusia kepada sesamanya yang sedang tertimpa musibah.
     
  • PROFESIONALISME, seorang relawan harus memiliki skill tertentu yang bisa dimanfaatkan di area bencana, misal, sebagai tenaga kesehatan harus memenuhi syarat sebagai tim medis, lebih baik apabila ada setifikasi untuk skill yang dimiliki. Aspek profesionalisme lainnya yang diperlukan relawan adalah keterampilan komunikasi, penyampai informasi yang baik.
     
  • MOTIVASI, setiap relawan harus membebaskan dirinya dari kepentingan atau misi terselubung. Niat menjadi kunci dari profesionalisme setiap relawan, pelayanan tidak akan maksimal jika dibumbui misi terselubung,
     
  • KERJASAMA, penanganan bencana akan sulit dilakukan apabila setiap relawan bekerja secara individualistis. Dibutuhkan kerjasama yang apik dalam penanganan bencana. Koordinasi dari setiap fungsi yang terlibat juga sangat vital terhadap efektifitas kerja, karena permasalahan umum dari setiap manajemen bencana adalah tidak adekuatnya sistim kontrol dan koordinasi dari setiap relawan.
Menjadi tugas pemerintah untuk memaksimalkan sumber daya yang ada (mengerahkan tenaga-tenaga yang tersertifikasi), mendistribusikan bantuan ke area bencana yang membutuhkan, juga menindak keras pihak-pihak yang memanfaatkan momen bencana untuk kepentingan pribadi/kelompok. Sebagai contoh, pemerintah menganggarkan Rp. 400 Miliar untuk pemulihan dampak Merapi, Rp.509 Miliar untuk rehabilitasi-rekonstruksi di Wasior dan Mentawai, jumlah yang teramat besar, mengundang praktek korupsi untuk mewarnai pendistribusian dana tersebut. Karena itulah, tugas kita semua , masyarakat dan pemerintah untuk senantiasa memonitor transparansi aliran dana agar bantuan bencana tersampaikan .

Semoga  proses pemulihan bagi korban bencana segera terlaksana, dan para relawan agar senatiasa meluruskan kembali niatnya sehingga misi kemanusiaan yang dilakukan berbuah hasil maksimal.



Referensi:
Lecture RAPID RESPONSE TEAM—Hendro Wartatmo
VivaNews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar