Sabtu, 30 Oktober 2010

Indonesia sudah butuh dokter asing?

Sehat Universal, didalam ungkapan itu terkandung makna yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia dan memiliki konsekuensi yang tidak mudah bagi para aktor-aktor di bidang kesehatan. Benar, ungkapan tersebut berarti bahwa sehat itu hak dari setiap manusia, tanpa ada perbedaan SARA, kekayaan, wilayah dan kriteria-kriteria diskriminatif lainnya.

Namun, berkaca dari kondisi kesehatan Indonesia saat ini, dimana masih banyak tenaga kesehatan yang enggan untuk ditempatkan didaerah perifer, isu kedatangan dokter asing merupakan sebuah wacana yang patut dipertimbangkan.

Diberlakukannya ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) berarti terbukanya gerbang globalisasi di Indonesia, dengan kata lain, produk-produk dari negara ASEAN maupun Cina akan membanjiri pasar Indonesia. Komoditas yang diperdagangkan bukan hanya barang yang sekarang sudah mengancam para pengusaha lokal, tapi juga jasa, tak terkecuali pelayanan kesehatan.

Menurut Slamet Budiarto, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, sampai saat ini, dokter asing di Indonesia dapat dikatakan ilegal, karena IDI belum mengeluarkan surat rekomendasi bagi para dokter asing itu. dan memang, untuk mendapatkan surat izin praktek (SIP) dokter/dokter asing, harus menempuh tiga syarat, yaitu Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), rekomendasi IDI dan mempunyai tempat praktek.

Dalam persaingan global ini, dokter asing dapat menjadi ancaman bagi dokter lokal, terlepas dari asumsi masyarakat awam bahwa dokter asing selalu lebih baik, dokter lokal harus selalu mengintrospeksi kualitas dan kompetensinya agar bisa survive dalam percaturan kesehatan global.

Dari Kementrian Kesehatan juga perlu menegaskan kembali regulasi terkait dokter asing dan investor asing yang menanamkan modalnya di sektor kesehatan, jangan sampai sektor kesehatan beralih dominasi ke tangan asing.

Disamping mengedepankan ego kebangsaan dan meningkatkan kualitas untuk memenangkan globalisasi kesehatan, dokter Indonesia juga perlu sadar akan buruknya distribusi tenaga kesehatan, terutama didaerah terpencil. Keadaan ini perlu segera ditangani, karena dapat menjadi celah masuknya dokter asing ke Indonesia. Dan rakyat, tidak peduli siapa agen kesehatan yang memberi, mereka hanya ingin sehat, itulah tantangan kita selaku tenaga kesehatan Indonesia untuk senantiasa menghadirkan pelayanan kesehatan terbaik untuk bangsa kita.


referensi:

Peraturan Menteri Nomor 161/Menkes/PER/I/2010

Kompas.com
okezone.com

Rabu, 27 Oktober 2010

Sebuah Refleksi

Berbicara mengenai sistem, apapun itu, tentunya tak akan terlepas dari idealisme yakni sebuah keseharusan untuk mewujudkan visi dari system yang disusun. Oleh karena itu, sebagus dan sekokoh apapun sistem yang telah disusun, apabila aktor yang bermain dalam system tersebut belum menginternalisasikan idealisme yang telah disepakati, maka visi atau grand design proyek kerja yang diharapkan akan sulit tercapai.

Sesuatu dikatakan sebuah system apabila didalamnya terdapat komponen-komponen penyusun sistem atau yang biasa dikenal sebagai subsistem yang saling berkaitan dan berketergantungan. Selayaknya tubuh manusia, system dapat diibaratkan sebagai integrasi fungsi organ-organ yang ada ditubuh manusia; jantung, otak, paru, dsb, yang apabila salah satu dari organ tersebut bermasalah, maka secara otomatis homeostasis tubuh secara keseluruhan akan terganggu.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya Bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Sistem kesehatan di Indonesia tersusun atas beberapa komponen atau subsistem, diantaranya:

1. Subsistem Upaya Kesehatan, yaitu langkah-langkah kesehatan yang ditempuh untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan langkah promotif (promosi), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif (pemulihan). Dalam prosesnya, subsistem upaya kesehatan mengintegrasikan 2 hal: Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), yang menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, terjangkau, bermutu dan berjenjang; mengikuti prinsip profesional, ekonomis, sesuai moral dan etika bangsa; dan didasarkan atas perkembangan mutakhir iptek kedokteran dan kesehatan.

2. Pembiayaan Kesehatan, pendanaan merupakan hal yang sangat vital dan elemen konstitutif dalam keberlangsungan sebuah system. Pembiayaan kesehatan saat ini lebi banyak dikeluarkan dari uang pribadi, dimana 75-80% pembiayaan kesehatan berasal dari uang pribadi. Minimnya Anggaran pemerintah dalam sektor kesehatan menjadi faktor penentunya. Terlebih lagi, cakupan asuransi masih sangat terbatas, hanya sekitar sepertiga penduduk yang dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meskipun demikian, mereka yang mendapatkan asuransi pun masih harus mengeluarkan sejumlah dana pribadi untuk sebagian pelayanan kesehatan, sehingga masyarakat miskin jadi kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dibiayai pemerintah. Akibatnya, sebanyak 20 persen penduduk termiskin di negara ini menerima kurang dari 10 persen dari total subsidi kesehatan pemerintah sementara 20 persen penduduk terkaya menikmati lebih dari 40 persen, sangat ironis.

3. Sumberdaya Manusia Kesehatan, sumber daya manusia atau suprastruktur dari sebuah system merupakan actor yang bermain dalam pelaksanaan system tersebut, kualitas sebuah system kesehatan ditentukan oleh kualitas kinerja SDMnya. Selain kualitas, distribusi tenaga kesehatan juga menjadi isu hangat permasalahan kesehatan Indonesia. Tenaga kesehatan lebih terkonsentrasi pada kota-kota besar, sementara di pelosok-pelosok negeri ini masih banyak yang kekurangan tenaga kesehatan. Wajib PTT bagi lulusan baru merupakan sebuah langkah jitu dalam pengadaan kesehatan di daerah-daerah terpencil

4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan & makanan Minuman, termasuk didalamnya berbagai infrastruktur yang diperlukan dalam penyelenggaraan kesehatan. Pemerataan distribusi fasilitas kesehatan public ke daerah-daerah masih menjadi wacana besar yang harus diperhatikan oleh tenaga kesehatan. Pemerintah perlu bekerjasama denga pihak swasta dalam sektor pengadaan fasilitas kesehatan ini, sebagai contoh, lebih dari setengah rumah sakit merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta. Pengadaan obat dari industri farmasi juga perlu diregulasi, agar masyarakat kecil juga dapat menikmati obat-obatan dengan kualitas baik dan harga terjangkau.

5. Manajemen & Informasi Kesehatan, pengelolaan sektor kesehatan merupakan hal yang cukup esensial dalam system kesehatan. Kemudahan mendapatkan akses informasi kesehatan juga harus menjadi target system, karena dengan mudahnya akses informasi, masyarakat akan semakin mandiri dan promosi kesehatan menjadi semakin mudah. Kebijakan desentralisasi membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit, akan tetapi hal ini juga berdampak pada hilangnya skala ekonomis, meningkatnya ketimpangan pembiayaan kesehatan secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan yang penting.

6. Pemberdayaan Masyarakat, keterlibatan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan menjadi salah satu faktor kunci suksesnya system kesehatan. melalui pembentukan kader kesehatan di desa-desa dan penyuluhan rutin ke masyarakat merupakan upaya strategis yang dapat dilakukan.


demikianlah beberapa subsistem yang saling berintegrasi untuk mewujudkan tujuan dari sistem kesehatan nasional yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.



referensi:
Sistem Kesehatan Nasional, depkes
WorldBank: Indonesia Policiy Briefs, Kesehatan

overview blog 4.2


Bismillahirrahmaanirrahiim
Perkenalkan, saya Alfin Ridha Ramadhan (07/253797/KU/12343), mahasiswa Pendidikan Dokter angkatan 2007 yang sedang menjalani blok 4.2 yaitu tentang Health system and Disaster management.
Pertama-tama, lewat blog ini, saya ingin menyampaikan apresiasi dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Tim Koordinator Blok 4.2, terutama Prof. Laksono selaku ketua TKB, yang sejak awal blok telah memperluas paradigma pembelajaran bagi mahasiswa untuk berfikir lebih kritis dan out of the box. Selain itu, dalam blok ini juga diadakan sistem kontrak bagi mahasiswa, yang menurut saya sangat relevan dengan tema blok kali ini, karena penilaian pembelajaran mahasiswa selama ini masih checklist oriented, dan Prof. Laksono menawarkan sebuah terobosan baru untuk mendorong mahasiswa agar lebih kritis, belajar dari fenomena dan realita yang terjadi di lapangan.
Menurut saya ini merupakan blok yang berbeda dari blok-blok sebelumnya yang saya lalui semasa menempuh pendidikan di FK UGM, karena dalam blok ini saya sama sekali tidak menyentuh buku-buku mengenai anatomi, fisiologi, diagnosis penyakit dan hal-hal klinis lainnya, melainkan dalam blok ini, saya mempelajari tentang bagaimana apa yang saya pelajari selama ini, yaitu kesehatan, bisa sampai ke masyarakat yang membutuhkan. Dalam blok ini juga saya mempelajari berbagai bentuk birokrasi pemerintah dalam menyelenggarakan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia, mulai dari kebijakan desentralisasi, system pembayaran, regulasi dokter asing, kerjasama lintas profesi dan menajemen bencana alam.
Seiring berjalannya blok, saya semakin memahami bahwa realita di lapangan, ternyata tidak sesuai atau masih sangat jauh dari ideal, seperti yang saya pelajari. Untuk itulah, saya rasa, merupakan tugas besar yang harus diselesaikan oleh tenaga-tenaga kesehatan Indonesia terutama calon dokter untuk membangkitkan kesehatan di Indonesia. Karena mereka, menunggu kita.